Mohammad Yamin

Muhammad Yamin yang lahir di Talawi, Sawah Lunto, 23 Agustus 1903 adalah pribadi yang mempunyai kemampuan besar dan citacita besar. Dia memiliki banyak talenta: pemikir sejarah, sastrawan, ahli bahasa, politisi, dan ahli hukum di samping tokoh pergerakan nasional.Kalau hanya gabungan sejarawan dan sastrawan,itu mungkin sebanding dengan Kuntowijoyo almarhum, tetapi Yamin juga menguasai perundang-undangan serta ikut menata bidang pendidikan dan keguruan.

Dia pernah menjadi menteri yang mengurus bidang pendidikan dan mendirikan perguruan tinggi pendidikan guru (PTPG) di Bandung, Malang, dan Batu Sangkar. Dia terlibat dalam penyusunan UUD 1945 dan pernah menulis buku Proklamasi dan Konstitusi Republik Indonesia (1951). Yamin memiliki kemampuan besar ketika dia meyakinkan pimpinan sidang dan peserta Kongres Pemuda di Jakarta tentang rumusan yang kini dikenal sebagai Sumpah Pemuda.

Ketika kemudian setelah Indonesia merdeka muncul ide agar bahasa Jawa dijadikan bahasa nasional, Yamin menolaknya. Baginya bahasa adalah landasan utama dari eksistensi bangsa . Sebuah kalimat Tiada bahasa, bangsa pun hilang terdapat dalam sajaknya yang ditulis tahun 1921.

Dalam ingatan kolektif masyarakat, formula sumpah pemuda itu singkat saja bahwa kita memiliki satu bangsa, satu tanah air, dan satu bahasa. Pemilihan bahasa Indonesia yang berasal dari Melayu sebagai bahasa nasional merupakan keputusan yang sangat cemerlang dan visioner.Kini tampaknya bahasa Indonesia itu pulalah yang menjadi (sedikit yang tersisa dari) perekat persatuan Indonesia.

Di sisi lain, dia juga memiliki cita-cita yang sangat tinggi.Yamin muda membayangkan sebuah Indonesia Raya yang mencakup delapan wilayah yang merupakan bekas jajahan Belanda, Inggris, dan Portugis. Bukan saja besar wilayahnya, tetapi juga pernah jaya pada masa lampau. Dia berupaya dengan segenap daya untuk meyakinkan masyarakat tentang kebenaran pandangannya ini demi menumbuhkan rasa nasionalisme.

Dalam konteks ini pula dia menggagas lambang negara,sungguhpun yang diterima adalah konsep Sultan Hamid. Soekarno pernah mengungkapkan perihal Trimurti,yaitu konsep tentang waktu mengenai tanah air, (a) the golden past, (b) the dark present,dan (c) the promising future. Masa lampau yang jaya, masa kini yang gelap, dan masa depan yang menjanjikan/cerah.Pemikiran Yamin sejalan dengan ini.

Dia menggambarkan masa lalu yang jaya dengan mengacu pada Sriwijaya dan Majapahit. Dalam perbenturan atau ketidaksesuaian antara cita-cita besar dengan kemampuan besar mungkin saja timbul hal-hal yang kemudian dianggap kontroversi. Yamin bukanlah orang yang diam saja bila ada sesuatu yang tidak cocok di hatinya. Dalam sidang BPUPKI beberapa kali dia ditegur oleh ketua sidang, tetapi tetap melanjutkan uraiannya yang dianggapnya penting.

Ketua sidang memintanya untuk mematuhi ketentuan rapat (agar Yamin takluk ), tetapi Yamin menjawab bahwa dia takluk tetapi tidak tunduk . Sikap seperti ini yang kelihatannya menyebabkan beberapa tokoh agak jengkel kepada Yamin. Di sisi lain seorang pengamat sejarah Filipina menilai karyanya romantic, ultra nationalist and pre-scientific (Rommel Curaming dalam Kyoto Review of Southeast Asia, Maret 2003).

Istilah yang terakhir yang mungkin bisa diterjemahkan sebagai prailmiah , mengingatkan pada istilah prasejarah, yaitu suatu masa yang dengan perkembangan waktu akhirnya sampai pada era sejarah.Tentu kata tersebut memiliki konotasi yang kurang elok karena menganggap karya Yamin sebagai belum tergolong ilmiah ,sesuatu yang sebetulnya masih bisa diperdebatkan.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *